Berkembangnya penetrasi internet sebuah negara pasti membawa dampak senada dengan masifnya pertumbuhan pengguna. Ancaman siber diyakini terus meningkat seiiring kian banyaknya orang yang terhubung di jagad maya.
Norton Report 2013 menyajikan data jika pada tahun lalu telah meningkat 38 persen korban kejahatan siber. Rata-rata korban mengalami kerugian hingga USD 298 atau sekitar Rp 3,3 juta. Tahun sebelumnya hanya di angka USD 197 atau Rp 2,2 juta.
Ada perubahan ancaman yang perlu diwaspadai oleh netizen. Managing Director Kharisma Inside Mandiri Sejahtera, Rita Lim mengatakan jika serangan yang ada kini berbeda dengan dulu.
Kejahatan siber, kata dia, wajib diwaspadai. Dulu serangnya hanya sekadar PC lemot serta data hilang, kini data dicuri dari penyalahgunaan password. Dalam pada itu masih menurutnya, motif yang diusung penjahat siber juga berubah. Kini lebih ke arah penipuan dan merampok uang orang lain.
Mengutip Indotelko Minggu (26/01/14),di masamendatang ia meramalkan jika kejahatan maya akan lebih banyak menyasar pada lembaga keuangan. Penjahat siber akan menginfiltrasi akses keuangan publik dan online.
Dalam pada itu perlu ditekankan pula jika patut diberikan edukasi yang tepat akan bahaya ancaman ini. Terkadang pengguna internet tak menyadari jika dirinya menjadi target sasaran penjahat siber. Pemilihan kata sandi yang terlalu mudah atau bersikap over exposure (mengumbar diri) budaya internet yang kerap diterapkan pengguna.
Akan tetapi dibalik munculnya ancaman juga hadir sebuah peluang. Dhany Sulistyo, Sales Director Trend Micro mengatakan jika belanja 'keamanan' untuk koorporasi Indonesia akan meningkat hingga 40 persen pada tahun ini.
Rata-rata anggaran belanja mereka berkisar USD 30 ribu per tahun. Trend Micro Security sendiri memprediksi jika akan ada 3 juta aplikasi Android yang jadi ancaman berbahaya bagi pengguna perangkat bergerak. Imbasnya, aktivitas perbankan mobile akan kian rentan.
from GOOGLENEWS-V5 Indo copy http://ift.tt/1mJlU3a
via IFTTT